Studi Pertama tentang Kesetaraan Gender di Perusahaan Media, Ungkap Tantangan dan Peluang

Jakarta, Wartanusa.net – Engelbertus Wendratama dari Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media) memaparkan hasil dari studi pionir tentang kesetaraan gender di perusahaan media. Menurut Wendra, penelitian ini merupakan yang pertama kali menyoroti kebijakan kesetaraan gender di kalangan media, yang sebelumnya cenderung hanya fokus pada jurnalis sebagai subjek riset.

Studi yang berjudul “Menilik Kebijakan dan Pengalaman Kesetaraan Gender serta Kekerasan Berbasis Gender di Perusahaan Media” dilakukan oleh PR2Media pada Februari-Maret 2024. Melalui survei terhadap 277 responden dari 27 wilayah, termasuk jurnalis dan pekerja media, studi ini bertujuan untuk mengeksplorasi kebijakan perlindungan berbasis gender (KBGO) yang ada serta menilai praktik kesetaraan gender dalam lingkungan kerja media.

Survei ini dilengkapi dengan dua kali diskusi kelompok terarah (Focus Group Discussion) untuk lebih memperdalam hasil riset.

Hasil riset menyoroti beberapa aspek krusial seperti kondisi ketenagakerjaan dan budaya kerja di redaksi. Dalam dimensi kesetaraan gender, penelitian menyoroti nilai individu, budaya internal, praktik sehari-hari, serta kebijakan gender dalam perusahaan media. Temuan riset juga mengungkapkan tantangan yang dihadapi, termasuk stereotip terhadap perempuan, perbedaan gender dalam pekerjaan tertentu, dan keberadaan ujaran kebencian yang menyerang perempuan.

“Dari lima dimensi yang diukur, skor rata-rata adalah 44,33 dengan nilai tertinggi mencapai 65,” ungkap Wendra. 

Namun demikian, skor terkait kebijakan berbasis gender hanya mencapai 9 dari nilai maksimal 18, menunjukkan masih banyaknya media yang belum memiliki SOP untuk mengatasi kekerasan berbasis gender dan aturan terkait proporsi gender dalam aktivitas kerja.

Wendra juga menyoroti tingginya prosentase kekerasan seksual baik secara luring maupun daring di tempat kerja, yang mencapai 5,8%. “Hal ini sejalan dengan pandangan UNESCO bahwa kekerasan gender luring dan daring itu berjalan bersamaan, dan tidak dapat dipisahkan,” bebernya.

Berbicara tentang kebijakan manajemen, studi ini juga menemukan bahwa banyak perusahaan media belum memiliki peraturan tertulis yang memadai untuk menangani Kekerasan Seksual (KS) dan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO).

“Meski tidak ada aturan tertulis, lingkungan kerja perusahaan bisa menciptakan ekosistem yang menjunjung kesetaraan gender. Namun ini sangat tergantung pada kebijakan pimpinan. Kalau pimpinannya bagus, maka tidak apa-apa. Tapi bagaimana jika tidak?” tanya Wendra.

Wendra menekankan pentingnya keberadaan aturan GEDI (Gender Equality Diversity and Inclusion) sebagai keunggulan kompetitif bagi perusahaan media dalam melayani kebutuhan publik. 

“Praktik kesetaraan gender bukanlah beban, tetapi menjadi pendorong positif bagi praktik jurnalisme dan bisnis yang lebih baik,” tutup Wendra. (nata/dar/red)