Pengacara Ely Setyowati Tanggapi Pertanyaan Siswa SMP Al Islam Krian: Pembuat Stiker WhatsApp Bisa Dilaporkan, Oknum Guru yang Beri Motivasi dengan Kata Menjijikkan Melanggar Kode Etik

Sidoarjo, Wartanusa.net – Ely Setyowati, S.H., M.H., seorang pengacara, mantan dosen, dan penulis buku antologi non-fiksi, menjadi narasumber dalam kegiatan YLC Goes To School yang diselenggarakan pada Jumat (8/11) pagi di SMP Al Islam Krian Sidoarjo. Dalam kesempatan tersebut, Ely Setyowati memaparkan mengenai dampak buruk dari perundungan (bullying) dan konsekuensi hukum yang dapat ditimbulkan oleh tindakan tersebut dan menanggapi beberapa pertanyaan dari peserta.

Pada sesi tanya jawab, beberapa siswa bertanya mengenai tindakan yang dilakukan seorang remaja yang membuat stiker WhatsApp dengan foto temannya yang telah diedit dengan kata-kata negatif dan disebarkan di grup kelas atau grup angkatannya. Mereka ingin mengetahui apakah hal ini termasuk dalam kategori bullying dan apakah dapat dilaporkan ke pihak berwajib.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Ely Setyowati menjelaskan bahwa tindakan tersebut jelas termasuk dalam perundungan. Menurutnya, selain dapat menimbulkan perasaan tidak menyenangkan bagi korban, hal itu juga melanggar hukum, terutama Pasal 26 ayat (1) UU ITE yang mengatur tentang penggunaan data pribadi seseorang tanpa izin.

“Pasal 26 ayat (1) UU ITE menyatakan bahwa penggunaan informasi melalui media elektronik yang berkaitan dengan data pribadi seseorang harus dilakukan dengan persetujuan orang yang bersangkutan. Jika foto seseorang digunakan tanpa izin, apalagi dengan tambahan kata-kata buruk, maka itu dapat dilaporkan dan bisa berpotensi menimbulkan sanksi pidana,” tegas Ely.

Lebih lanjut, Ely juga menekankan bahwa jika foto yang telah diubah atau diedit tersebut mengandung unsur-unsur merendahkan atau bahkan pornografi, maka hal tersebut dapat dijerat dengan Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 32 ayat (1) UU ITE.

“Jika foto diedit dengan cara yang merendahkan, misalnya disunting menjadi bentuk yang sangat tidak pantas (bentuk monyet), termasuk memanipulasi gambar untuk menggambarkan unsur pornografi, itu jelas bisa dilaporkan dan terancam pidana,” ucapnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan lebih detail lagi apabila seseorang tersebut menyebarkannya ke grup yang bersifat umum dan kemudian tidak mengandung unsur pornografi maka bisa dilaporkan mengenai unsur penggunaan foto tanpa izin, sebaliknya jika disebarkan ke grup tertutup tetapi mengandung unsur pornografi, maka berpontensi dapat dilaporkan ke pihak berwajib karena unsur pornografi.

“Jika mengacu pada Pasal 27 ayat (1) UU No 1/2024 tentang perubahan kedua UU ITE terdapat kalimat ‘untuk diketahui umum’ yang mana maksud kalimat ini adalah untuk dapat atau sehingga dapat diakses oleh kumpulan orang banyak yang tidak saling mengenali atau dengan kata lain bukan grup tertutup, maka bisa ditindak lanjuti. Namun, jika ‘unsur untuk diketahui umum’ tidak terpenuhi, unsur pornografi nya terpenuhi, bisa di tindak lanjuti karena ada unsur pornografi. Maka, dalam perkara yang dipertanyakan yakni tentang membuat meme atau stiker whatsapp dengan foto temannya yang paling tepat, pakai pasal 26 ayat (1) UU ITE,” tambahnya.

Tidak hanya itu, seorang siswa dari SMP Al Islam Krian juga mengajukan pertanyaan mengenai oknum guru yang melontarkan kata-kata kasar dan menjijikkan dengan dalih memberikan motivasi kepada siswa. Ia bertanya apakah hal tersebut juga dapat dikategorikan sebagai bullying dan apakah tindakan tersebut bisa dilaporkan.

Menanggapi hal tersebut, Ely Setyowati menegaskan bahwa memberikan motivasi seharusnya tidak melibatkan kata-kata kasar atau menjijikkan.

“Motivasi itu seharusnya dilakukan dengan kata-kata yang baik, sopan, dan membangun semangat. Jika ada kata-kata yang kasar (dalam artian tidak memaki atau menghardik siswa) itu melanggar kode etik. Apalagi mengandung unsur pornografi atau pelecehan seksual, itu jelas bisa pidana,” jelasnya.

Ely juga menambahkan bahwa jika kata-kata tersebut berupa umpatan seperti “bodoh” atau “goblok” yang tidak ditujukan/ menyudutkan siswa secara langsung, hal itu mungkin hanya melanggar kode etik profesi dan tidak masuk dalam kategori pidana. Namun, jika kata-kata tersebut mengandung pelecehan seksual atau merendahkan martabat siswa, maka tindakan tersebut bisa dilaporkan secara pidana.

“Intinya, kata-kata yang digunakan oleh guru atau siapa pun dalam konteks memberikan motivasi haruslah bersifat membangun dan tidak merendahkan martabat orang lain. Jika itu melanggar hukum, apalagi mengandung unsur pelecehan, tentu bisa dilaporkan,” tutup Ely Setyowati.

Ia juga berharap, kegiatan ini dapat meningkatkan kesadaran para pelajar mengenai pentingnya menjaga etika dalam berinteraksi di dunia maya serta memahami konsekuensi hukum dari tindakan perundungan. (nata/dar/red)