LPSK Siapkan Kantor di Jatim, Wakil Ketua Apresiasi Public Hearing Revisi UU Perlindungan Saksi dan Korban

Surabaya, Wartanusa.net — Wakil Ketua LPSK RI, Sri Suparyati, S.H., LL.M., menyambut baik inisiatif Komisi XIII DPR RI yang menggelar konsultasi publik untuk mendengar aspirasi mitra kerja dan masyarakat Jawa Timur terkait perubahan UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Dalam kesempatan tersebut, Sri Suparyati juga mengungkapkan bahwa LPSK sedang mempersiapkan kantor perwakilan di Provinsi Jawa Timur. Pernyataan tersebut disampaikan dalam sambutannya pada acara yang berlangsung di Kanwil Kementerian Hukum Jawa Timur, Surabaya, pada Sabtu (26/4), yang dihadiri oleh aparat penegak hukum, akademisi, lembaga pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil, serta berbagai elemen lainnya.

“Kami menyambut baik inisiatif Komisi XIII DPR RI tersebut karena semakin memperkokoh posisi dan peran LPSK dalam sistem peradilan pidana, khususnya aspek perlindungan saksi dan korban,” jelasnya.

Ia juga menjelaskan bahwa LPSK memang diberikan mandat dan tugas berkaitan dengan perlindungan saksi dan korban, sehingga perannya tersebut tidak akan lepas dari hubungan dengan Komisi XIII dan para stakeholder, baik di pusat maupun di daerah. Sehingga, pihaknya sangat berkenan mengadakan konsultasi publik untuk mendengar bersama pendapat para aktivis atau masyarakat di Jawa Timur mengenai perubahan UU No 13/2006.

Dalam forum tersebut, ia mengungkapkan bahwa LPSK saat ini tengah mempersiapkan pembentukan kantor perwakilan di wilayah Jawa Timur. Rencana ini sempat tertunda karena adanya kebijakan efisiensi anggaran, namun kini telah kembali diproses.

“Kami menilai penting keberadaan kantor perwakilan ini. Berdasarkan data LPSK tahun 2024, kami telah menerima 1.173 permohonan perlindungan. Melihat situasi tersebut, maka kehadiran kantor perwakilan di Jawa Timur menjadi sangat penting,” jelasnya.

“Perubahan kedua UU Perlindungan Saksi dan Korban ini tentu diharapkan dapat semakin meningkatkan kualitas perlindungan bagi saksi dan korban, serta penguatan LPSK dalam memberikan layanan perlindungan secara memadai,” tambah Sri Suparyati.

Selama ini, terdapat sejumlah tantangan yang dihadapi LPSK dalam menjalankan perlindungan, antara lain menghadapi kesulitan ketika menangani kasus-kasus yang terdapat unsur ancaman membahayakan jiwa pada saksi dan korban, namun kasus tersebut tidak termasuk dalam jenis tindak pidana prioritas LPSK.

Dalam perubahan kedua ini juga diharapkan dapat memperkuat subjek perlindungan, sehingga mampu menjangkau korban yang bersifat komunal, seperti korban pelanggaran HAM yang berat, korban terorisme, korban konflik berbasis agama, dan lain sebagainya.

Selain itu, perluasan kewenangan LPSK juga diperlukan dalam memberikan penetapan Saksi Pelaku (JC), memberikan rekomendasi kepada instansi terkait dalam pemenuhan hak kepada saksi dan korban, mengelola Dana Bantuan Korban untuk korban TPKS, memfasilitasi Victim Impact Statement bagi korban tindak pidana, mengelola rumah tahanan khusus Justice Collaborator, dan lain sebagainya.

Oleh sebab itu, dengan adanya konsultasi publik terhadap perubahan kedua RUU Perlindungan Saksi dan Korban di Jawa Timur ini, diharapkan mendapat masukan dari para aktivis atau masyarakat lebih banyak lagi guna memperkuat perlindungan dan pemenuhan hak saksi dan korban yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. (nata/dar/red)