Sahabat Saksi dan Korban (SSK) Dorong Penguatan Peran Lewat RUU Perlindungan Saksi dan Korban
Surabaya, Wartanusa.net — Perwakilan Sahabat Saksi dan Korban (SSK) wilayah Jawa Timur, Eka Rina Wahyuni, menyuarakan pentingnya penguatan peran komunitas SSK dalam sistem perlindungan hukum di Indonesia. Pernyataan ini disampaikannya dalam forum Public Hearing penyusunan rekomendasi kebijakan atas perubahan kedua Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang digelar di Kantor Wilayah Kementerian Hukum, Surabaya, Sabtu (26/4).
Dalam kesempatan tersebut, Eka Rina mengungkapkan bahwa masih banyak pihak yang belum mengetahui keberadaan komunitas SSK sebagai perpanjangan tangan LPSK di masyarakat.
“Banyak yang belum tahu bahwa LPSK sebenarnya memiliki basis komunitas di lapangan, yaitu Sahabat Saksi dan Korban. Kami bisa dihubungi untuk membantu tugas-tugas LPSK,” ujar Eka Rina.

Ia juga menanggapi pernyataan dari pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Timur yang menyebut bahwa LPSK belum menjangkau sejumlah kasus kekerasan terhadap anak, sehingga peran LPSK dinilai masih belum tampak. Menanggapi hal tersebut, Eka Rina menjelaskan kepada perwakilan kejaksaan bahwa sebenarnya LPSK telah membentuk komunitas Sahabat Saksi dan Korban (SSK) yang berperan aktif membantu menjangkau para saksi dan korban langsung di lapangan.
“Seharusnya saat itu kami bisa dihubungi. Komunitas SSK memang disiapkan untuk membantu tugas-tugas LPSK, namun tampaknya masih banyak pihak yang belum mengetahui keberadaan kami,” ujarnya.
Ia pun berharap agar setelah forum ini, komunikasi dan kerja sama antara Kejaksaan dan SSK dapat segera terjalin guna memperkuat sistem perlindungan terhadap saksi dan korban di lapangan.
Lebih lanjut, Eka Rina menyoroti pentingnya memasukkan peran dan wewenang SSK ke dalam regulasi resmi melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Saksi dan Korban. Salah satu alasan mendasarnya adalah keterbatasan akses yang selama ini dihadapi oleh anggota SSK saat hendak mendampingi korban atau saksi tindak pidana.
“Saya pernah mengalami sendiri saat menangani kasus kekerasan seksual di Sidoarjo. Kami sudah menghubungi humas, reskrim, dan unit PPA, tetapi tetap tidak diberikan akses untuk mendampingi korban dan saksi,” ungkapnya.
SSK yang terdiri dari sekitar 500 anggota di seluruh Indonesia, menurut Eka, siap terlibat langsung dalam mendampingi korban di lapangan. Oleh karena itu, ia berharap peran mereka dapat lebih diakui secara hukum agar pendampingan bisa dilakukan secara maksimal.
Selain itu, Eka Rina juga mengusulkan agar cakupan tugas dan fungsi SSK diperluas, termasuk ke isu-isu ketenagakerjaan. Ia menyoroti masih banyaknya kasus kriminalisasi terhadap tenaga kerja oleh perusahaan, yang belum terjangkau oleh perlindungan dari LPSK.
Tak hanya itu, SSK juga mendorong adanya akses untuk melakukan sosialisasi regulasi secara lebih luas ke pemerintah daerah, APH, serta masyarakat. Hal ini penting agar masyarakat memahami peran dan fungsi SSK, serta dapat menjangkau layanan pendampingan ketika dibutuhkan.
“Kami berharap masyarakat lebih mengenal SSK, sehingga saat membutuhkan bantuan hukum atau pendampingan, mereka tahu harus ke mana menghubungi,” pungkasnya. (nata/dar/red)