Nonton Film Edukatif, Warga Binaan Rutan Perempuan Sidoarjo Ambil Hikmah untuk Bangkit

Sidoarjo, Wartanusa.net – Kegiatan Pusat Belajar Masyarakat (PKBM) kembali digelar di Rumah Tahanan (Rutan) Perempuan Kelas IIA Surabaya, Rabu (7/5). Program ini merupakan hasil kolaborasi antara Griya Abhipraya Bapas Kelas I Surabaya, Yayasan Sekolah Alam Raya Boneka Tanah (SAR-BT), dan pihak rutan dalam rangka memberikan pendidikan kepada warga binaan.

Pada kesempatan kali ini, pembelajaran dilakukan melalui metode pemutaran film pendek berjudul “Pulang”, karya PT KAI, yang ditayangkan pertama kali di YouTube pada 15 April 2023. Film ini mengisahkan seorang mantan narapidana yang enggan pulang karena merasa tidak diterima oleh keluarganya, padahal sang istri dan keluarga telah menantinya hingga akhir hayat.

Melalui tayangan ini, diharapkan para peserta didik yang merupakan warga binaan dapat mengambil pesan moral bahwa keluarga tetap menerima mereka apa adanya. Mereka diharapkan dapat berubah menjadi pribadi yang lebih baik dan membanggakan keluarganya kembali, meskipun pernah menjalani masa pidana.

Eka Rina Wahyuni, S.H., CLA, selaku pemateri dalam kegiatan PKBM tersebut, bersama Yoyon Sukaryono, S.H., M.H., Pembimbing Muda Bapas Kelas I Surabaya sekaligus Manajer Program Griya Abhipraya Porong, menekankan pentingnya penyadaran diri bagi warga binaan bahwa masa depan masih dapat diperjuangkan.

“Yang kami harapkan, para narapidana atau tahanan yang menjadi peserta didik di Yayasan SAR BT ini bisa menyadari dan mengambil hikmah dari setiap pembelajaran yang diberikan,” ujar Eka Rina Wahyuni.

Pemateri Yoyon Sukaryono, S.H., M.H., juga berkata, “Bukti bahwa keluarga masih menerima kalian adalah mereka tetap datang saat jadwal kunjungan, menelepon, membawa makanan yang diizinkan sesuai ketentuan rutan, bahkan bersedia menjadi penjamin kalian.” Ucapan itu ia sampaikan saat menjelaskan pesan moral setelah menonton film bersama-sama dengan puluhan peserta didik warga binaan di Rutan Perempuan kelas II A Surabaya.

Di sisi lain, salah satu warga binaan berinisial MA (Perempuan, 32 tahun), turut menyampaikan kesannya terkait kegiatan tersebut. Ia menyatakan bahwa program PKBM sangat membantunya memahami makna kehidupan dan pentingnya pendidikan.

“Menurut saya, program PKBM ini sangat bagus. Dulu, saya sama seperti kebanyakan teman-teman di sini yang belum sempat menyelesaikan sekolah, mungkin karena faktor ekonomi atau alasan lainnya. Melalui program ini, saya dan teman-teman bisa melanjutkan pendidikan. Banyak di antara kami yang terjerumus ke dalam tindak kejahatan karena latar belakang ekonomi dan kurangnya pemahaman. Program seperti PKBM ini memberi kami harapan, keterampilan, dan pemahaman agar bisa menjalani hidup yang lebih baik setelah bebas,” ujarnya.

MA, yang saat ini tengah menjalani hukuman atas kasus narkoba, menceritakan perjalanannya hingga berada di Rutan Perempuan Kelas II A Surabaya. Ia mengaku menyesal telah menjadi pengguna narkoba sejak usia 16 tahun. Kini, di usianya yang ke-32, keinginan untuk pulih dan menjadi pribadi yang lebih baik mulai tumbuh, berawal dari kesadaran diri serta hasil dari pembinaan dan bimbingan yang ia terima selama berada di rutan.

“Dulu saya memakai narkoba karena alasan pribadi. Saya merasa belum bisa lepas—sebenarnya bukan karena tidak bisa, tapi karena saya tidak mau lepas. Saat itu, saya merasa ada sesuatu yang saya cari dan inginkan dalam hati saya. Tapi sekarang saya sadar, semua itu hanya alasan untuk lari dari masalah. Saya ingin berubah karena saya sadar bahwa saya punya anak, dan saya adalah tulang punggung keluarga. Saya harus berhenti. Saya juga menyadari bahwa guru dan pendidikan terbaik berasal dari seorang ibu. Kini saya adalah seorang ibu, dan saya tidak ingin anak saya mengikuti jejak saya. Dan saya bisa berubah. Buktinya, saya sudah dua tahun di sini tanpa menyentuh narkoba,” ujar MA.

Menurutnya, rehabilitasi di Rutan Perempuan Sidoarjo sangat membantu. Selain proses rehabilitasi dengan pendekatan agama, para warga binaan juga mendapat pelatihan keterampilan dan penguatan karakter.

“Saya sudah sering keluar masuk penjara. Saya kehilangan 3 masa emas saya, yaitu di masa remaja, dewasa, dan masa menuju kematangan. Tapi sungguh di lapas ini berbeda. Kami dibina dan diberikan pemahaman yang lebih baik. Saya siap kembali ke keluarga saya,” tambahnya.

Saat remaja, ia pernah masuk Lapas di Medaeng, Sidoarjo. Di sana suasananya cukup bebas. Di masa dewasa ia masuk di Lapas Malang, ia juga mengaku suasanya hampir sama, meski tidak sebebas di Medaeng. Tapi ia mengatakan bahwa kalau di sini (Rutan Perempuan Kelas II A Surabaya), benar-benar terasa berbeda—ia mengaku bahwa benar-benar dibina oleh petugasnya.

“Di luar, kami terbiasa hidup urakan, nakal, dan tanpa arahan. Tapi di sini, kami mendapat pembelajaran tentang sikap, agama, dan banyak hal lainnya. Saya merasa siap kembali ke keluarga saya.” cerita MA kepada tim wartanusa.net.

“Saya punya komitmen untuk menjauhi lingkungan lama, mulai berpikir positif, dan tidak menjadi pribadi yang tertutup lagi. Karena, menurut saya, pengguna narkoba itu cenderung introvert, terlalu banyak memendam, semua masalah dipikirkan sendiri, dan pelariannya ya ke narkoba. Sekarang saya sadar, saya perlu lebih sering berbagi, terutama dengan orang tua. Saya harus belajar membuka diri, karena pengguna narkoba cenderung tertutup dan sulit menerima kritik. Padahal, itu yang paling penting. Dulu saya sering mengasihani diri sendiri, merasa paling sakit, paling menderita—padahal semua itu hanya alasan untuk memakai narkoba. Misalnya, ‘aku sakit hati, biar tenang pakai aja narkoba.’ Padahal sebenarnya itu cuma pembenaran untuk lari dari kenyataan.” Pungkasnya.

Sementara itu, Novita Yuliana, pegawai Rutan Perempuan Kelas IIA Surabaya yang bertugas sebagai pengadministrasi layanan kunjungan sekaligus aktif di kegiatan pembinaan, menjelaskan bahwa PKBM dilaksanakan setiap hari Rabu di minggu terakhir setiap bulan. Kegiatan ini beragam, mulai dari merajut, belajar menulis, mengaji, hingga menonton film dan membuat resume.

“Mayoritas warga binaan kami putus sekolah karena faktor ekonomi atau latar belakang lainnya. Program PKBM ini hadir untuk memberi mereka kesempatan belajar kembali. Durasi belajar biasanya maksimal dua jam per sesi, dan kami sudah bekerja sama (MoU) dengan Griya Abhipraya Bapas Kelas I Surabaya dan Yayasan SAR-BT (Sekolah Alam Raya Boneka Tanah),” ujar Novita.

Program PKBM ini dibedakan berdasarkan jenjang, yakni Paket A (setara SD), Paket B (setara SMP), dan Paket C (setara SMA). Program ini telah berjalan sejak awal 2024 dan akan di data kembali untuk persiapan memasuki ajaran baru pada Juli 2025. Pada awal pelaksanaan, jumlah peserta PKBM di Rutan Perempuan Sidoarjo mencapai sekitar 80 orang. Namun, seiring berjalannya waktu, beberapa peserta telah bebas atau dipindahkan ke lapas lain. Saat ini, tercatat sebanyak 30 orang warga binaan masih aktif mengikuti program tersebut. Dari total 246 warga binaan dan 4 anak bawaan yang tercatat hingga hari ini, peserta PKBM hanya berasal dari mereka yang telah selesai menjalani proses persidangan. Hal ini dikarenakan warga binaan yang masih menjalani sidang tidak dapat mengikuti pembelajaran secara penuh. 

“Pembinaan kebangsaan ini bertujuan agar warga binaan lebih siap kembali ke masyarakat. Tidak semua bisa ikut PKBM karena sebagian masih menjalani proses persidangan. Tapi kami terus berupaya menjangkau sebanyak mungkin,” pungkasnya.

Novita juga menjelaskan bahwa kegiatan sehari-hari warga binaan telah diatur secara ketat dan terjadwal.

“Kegiatan harian di rutan dimulai sejak pagi. Mereka bangun, membersihkan diri, salat Subuh, menjemur pakaian, lalu menerima jatah makan. Pukul 07.30 mereka mengikuti senam atau olahraga hingga pukul 08.00 pagi, kemudian dilanjutkan dengan pembinaan dari pukul 09.00 sampai 11.00,” ujar Novita saat ditemui usai kegiatan PKBM, Rabu (7/5/2025).

Ia menambahkan bahwa kegiatan pembinaan digelar setiap hari kecuali Sabtu, dan beragam pembinaan lain juga diberikan sebagai bekal warga binaan sebelum kembali ke masyarakat.

“Ada pengajian, ibadah gereja, juga pelatihan keterampilan seperti merajut atau tata boga. Semua kegiatan keagamaan ini dilakukan melalui kerja sama dengan yayasan luar dan program ini wajib diikuti seluruh warga binaan sesuai agama masing-masing,” jelasnya.

Bagi warga binaan Muslim, kata Novita, salat berjamaah menjadi bagian penting dalam pembinaan spiritual.

“Salat Zuhur dan Asar berjamaah itu wajib. Setelah itu, mereka biasanya telfon dengan keluarga di blok hunian sampai jam 12.00 siang. Lalu kuncian dilakukan, dan pukul 12.30 siang ada apel. Setelah itu mereka istirahat di blok,” ungkapnya.

Sore harinya, lanjut Novita, kegiatan kembali berjalan. “Jam 14.00 siang warga binaan mulai ada yang teleponan dengan keluarga. Setelah itu mereka salat Asar berjamaah, bersih-bersih, dan masuk kamar. Jam 17.00 sore, blok hunian sudah harus steril hingga pagi baru dibuka dan aktifitas lagi,” ujarnya.

Menurutnya, dengan adanya program seperti PKBM dan kegiatan pembinaan lainnya, pihak rutan berharap para warga binaan dapat menjalani masa pidana secara produktif dan membangun kesiapan mental serta keterampilan untuk kembali ke masyarakat dengan pribadi yang lebih baik. (nata/dar/red)