KPK Tahan Lima Tersangka Baru Kasus Korupsi Dana PEN dan PBJ di Situbondo
Jakarta, Wartanusa.net — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan dan menahan lima tersangka dalam pengembangan penyidikan dugaan korupsi terkait pengelolaan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) serta proyek Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) di Kabupaten Situbondo. Informasi tersebut disampaikan Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, bersama Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam rilis resmi yang disiarkan langsung dari Gedung Merah Putih KPK, Senin (10/11).
Kelima tersangka yang ditahan adalah ROS, Direktur CV Ronggo; AAR, Direktur CV Karunia; TG, pemilik CV Citra Bangun Persada; MAS, Direktur PT Anugrah Cakra Buana Jaya Lestari; serta AFB, Direktur PT Badja Karya Nusantara. Mereka akan menjalani masa penahanan pertama selama 20 hari, mulai 4 hingga 23 November 2025, di Rutan KPK Cabang Merah Putih.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan dan memproses dua pihak lain dalam perkara yang sama, yakni KS, Bupati Situbondo periode 2021–2025, serta EPJ, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sekaligus Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPP Situbondo. Keduanya telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor Surabaya pada 31 Oktober 2025.
Menurut konstruksi perkara yang diuraikan KPK, dugaan korupsi berawal dari proses lelang proyek konstruksi tahun 2021 pada Dinas PUPP Situbondo. Proyek tersebut awalnya direncanakan menggunakan pinjaman daerah melalui program PEN, namun kemudian dialihkan menggunakan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK).
Dalam penjelasannya, Asep Guntur Rahayu menyebut bahwa pada 2020 perekonomian nasional terhambat akibat pandemi COVID-19 yang memaksa pemerintah melakukan pembatasan aktivitas. Anggaran negara pun difokuskan pada penanganan pandemi, sehingga pemerintah meluncurkan program PEN sebagai stimulus pemulihan ekonomi. Sementara itu, DAK merupakan dana APBN yang diperuntukkan bagi pembiayaan kegiatan tertentu di daerah, terutama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pelayanan publik. Situbondo, kata Asep, merupakan daerah dengan kemampuan fiskal terbatas dan sangat bergantung pada transfer pemerintah pusat.
“Suatu daerah ada yang memiliki pendapatan asli besar, ada yang tidak. Dalam rangka pembangunan, pemerintah pusat memberikan dana alokasi khusus dan alokasi umum kepada daerah,” ujarnya. Namun ia menyayangkan bahwa dana yang seharusnya mempercepat pembangunan dan mendorong kesejahteraan masyarakat Situbondo tersebut justru disalahgunakan untuk kepentingan pribadi. Dana PEN dan DAK, seharusnya dipergunakan untuk pelayanan publik, pendidikan, kesehatan, dan ekonomi masyarakat.
Lebih lanjut, KPK melanjutkan kronologinya, bahwa dalam proses lelang, KS disebut meminta “uang investasi” atau ijon sebesar 10 persen dari nilai proyek kepada lima kontraktor. Selain itu, EPJ juga meminta komitmen fee sebesar 7,5 persen untuk pengondisian pemenangan lelang.
Sebagai imbalan atas kemenangan dalam proyek tersebut, para tersangka diduga menyerahkan sejumlah uang kepada KS dan EPJ. Rinciannya: ROS menyerahkan Rp780,9 juta; TG Rp1,60 miliar; AAR Rp1,33 miliar; serta MAS dan AFB masing-masing Rp500 juta.
Atas perbuatannya, para tersangka disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b, atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pihaknya, berharap kasus ini menjadi pemantik bagi Pemerintah Kabupaten Situbondo untuk segera berbenah dan memperbaiki tata kelola pemerintahan agar lebih baik. (nata/dar/red)
