Komisi A Siap Melakukan Pengawasan Pertumbuhan Tower Seluler Agar Tidak Menjamur

Sidoarjo – wartanusa.net

Menjamurnya pembangunan tower seluler di Kabupaten Sidoarjo perlu ada pengawasan yang lebih ketat dan ekstra dari semua pihak, terutama Komisi A DPRD Sidoarjo, yang membidangi pemerintahan, perizinan usaha, dan hukum. Kehadiran mereka sangat diperlukan dalam melakukan pengawasan yang komprehensif dan masif, agar pertumbuhan tower seluler tidak begitu menjamur berdiri di tengah-tengah permukiman atau lahan pertanian.

Salah satu fakta konkret yang terlihat saat ini adalah menjamurnya pembangunan tower di atas lahan aset milik desa atau kelurahan. Pemerintah desa atau kelurahan seolah-olah tidak mampu memanfaatkan aset tersebut selain dengan cara menyewakannya kepada pihak penyedia tower seluler.

Ketua Komisi A, H. Rizza Ali Faizin, M.Pdi mengatakan bahwa pihaknya yang membidangi perizinan selalu proaktif dalam meningkatkan pengawasan berdirinya tower seluler di desa-desa atau kelurahan baik yang sewa lahan pribadi milik warga ataupun sewa lahan milik asset desa/kelurahan. Dalam peningkatan pengawasan, Kaji Reza sapaan karib Ketua Komisi A tersebut meminta dan berharap kepada kepada semua pihak agar terlebih dahulu mengurus piranti perizinannya sebelum tower didirikan dan dibangun.

Kaji Reza memberikan contoh, kasus itu terjadi pada berdirinya tower seluler Telkomsel di Desa Simpang, Kecamatan Prambon beberapa bulan yang lalu. Dimana berdirinya tower seluler Telkomsel diatas lahan milik asset Desa Simpang. Sosialisasi kepada warga terdampak dan warga diluar terdampak belum dilakukan. Artinya belum kelar, baik memberikan kompensasi kepada warga belum kelar namun tower seluler Telkomsel setinggi 52 meter sudah berdiri dan  rumah  tower sudah dibangun oleh kontraktor penggarap.

“Sehingga menimbulkan gejolak sosial kepada warga. Warga sampai protes dan menjadi masalah,” jelas Kaji Reza yang juga mantan Ketua GP Ansor Sidoarjo ini.

Perihal sosialisasi dan kompensasi belum pernah dilakukan oleh Pemerintah Desa (Pemdes) Simpang dan kontraktor pelaksana berdirinya tower Telkomsel disana, mengakibatkan protes dari warga. Pemdes dalam hal ini kepala desa (kades) harus menjabarkan dan menjelaskan kepada Masyarakat sekitar berapa sewa lahan milik asset desa per tahun dan berapa tahun di sewa semua itu harus disosialisasikan ke public atau warga setempat. Karena lahannya milik asset desa.

“Untuk apa kompensasi dari hasil sewa digunakan untuk kemajuan dan kesejahteraan desa, atau diperuntukkan membangun fasilitas umum dan merenovasi masjid, Ini semua harus disosialisasikan ke warga,” beber Kaji Reza.

Setelah sosialisasi dan uang kompensasi ke desa dan ke rumah-rumah warga terdampak sudah beres. Barulah menginjak kepada pengurusan piranti perizinan

tata ruang dan izin mendirikan bangunan (IMB) yang sekarang diganti istilah pengurusan PBG (Persetujuan Bangunan Gedung).

“PBG dan piranti perizinan belum diurus, namun bangunan tower sudah didirikan. Inilah yang menjadikan masalah dikemudian hari jika diprotes warga,” terang Kaji Reza.

Dengan demikian, pihaknya mewanti-wanti kepada semua pihak. Mulai dari kontraktor tower seluler, Pemdes/kelurahan, OPD (Organisasi Perangkat Daerah) atau dinas terkait tentang perizinan Pemkab Sidoarjo, Dinas Perizinan, Dinas PU Perkim Cipta Karya dan Tata Ruang serta penegak Perda Yakni Sat Pol PP harus memberikan contoh dan tidak mempermudah suatu usaha yang belum mengantongi perizinan dibiarkan membangun atau mendirikan usaha seperti tower selelur Telkomsel di Desa Simpang, Kecamatan Prambon.

“Jangan sampai terulang Kembali kasus pendirian tower seluler seperti di Desa Simpang Kecamatan Prambon,” pesan Kaji Reza.

Kaji Reza menambahkan, memberikan contoh lagi polemik pendirian bangunan Tower Base Transceiver Station (BTS) di atas lahan Tanah Kas Desa (TKD) Kalisampurno, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo beberapa waktu lalu. Komisi A pun turun tangan guna andil dalam menyelesaikan konflik. Komisi A DPRD Sidoarjo turun tangan untuk mengkaji dugaan pelanggaran dalam proses sewa-menyewanya.

Ia mengatakan, dalam perkara pendirian BTS Desa Kalisampurno yang juga berdiri diatas lahan TKD, yang terpenting proses pemanfaatan atau menyewakan aset harus melalui prosedur dan mekanisme yang benar, sehingga tidak melanggar peraturan. Dalam pengelolaan dana hasil sewa harus pula dapat dipertanggungjawabkan pihak Pemdes.

Persoalan bermula dari kontrak sewa lahan desa untuk pembangunan tower BTS selama 11 tahun senilai Rp 220 juta (per tahun disewa Rp 20), yang langsung dibayarkan di muka. Padahal, berdasarkan aturan Permendagri No. 1/2016 dan Perbup Sidoarjo No. 48/2017 jelas membatasi sewa aset desa maksimal 3 tahun  dengan sistem pembayaran tahunan.

Aturan itu bertujuan untuk mengoptimalkan lahan TKD dengan adanya pembatasan waktu sewa, aset desa dapat digunakan secara bergantian dan lebih optimal. Sistem pembayaran tahunan dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan aset desa.

Dengan demikian, aturan ini dapat membantu meningkatkan pengelolaan aset desa yang lebih efektif dan efisien, serta mencegah penyalahgunaan aset desa. Menurutnya, penggunaan uang hasil sewa itu untuk renovasi makam, kegiatan pemuda, hingga pembelian sepeda motor operasional dusun, juga menjadi sorotan. Kaji Reza menambahkan, bahwa aturan sudah jelas. Apabila masa sewa lebih dari tiga tahun tanpa perpanjangan berkala, itu pelanggaran. Tidak bisa ditawar lagi.

Lebih lanjut, Kaji Reza menjabarkan, berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 1 tahun 2016,  disebutkan TKD bisa disewakan kepada pihak lain dengan jangka waktu maksimal 3 tahun, dan dapat diperpanjang setelah masanya habis.

“Dalam Peraturan Bupati Sidoarjo No. 48 Tahun 2017, yang mengatur pula soal pembayaran uang sewa atas TKD harus disetor oleh pihak penyewa setiap tahun sebagai kas desa,” katanya yang perlu sebagai dasar hukum.

Polemik pendirian tower BTS di Desa Kalisampurno muncul dari kekhawatiran para pedagang pasar karena dekat dengan lapaknya, takut suatu hari tower BTS roboh. Sedangkan saat sosialisasi Pemdes Kalisampurno hanya mengundang pedagang 15 orang sebagai perwakilan. Padahal pedagang disana sekitar 200 orang. Hal itu menyangkut dengan uang saku sebagai talih asih per orang yang di undang mendapatkan Rp 250 ribu. Kalau semua diundang, Pemdes takut membengkak anggarannya.

Dalam isi perjanjian sewa-menyewa lahan TKD untuk pendirian tower BTS, disebutkan jika terjadi roboh, dampak fisik dan material ditanggung penuh oleh penyewa.

Pendapat serupa juga disampaikan oleh anggota Komisi A dari Fraksi PKS (Partai Keadilan Sejahtera), H. Deny Haryanto, Dipl. Ing. Menurutnya, untuk membatasi pertumbuhan tower selelur atau BTS pengawasan Komisi A akan lebih ditingkatkan. Merujuk kepada peraturan dan perizinan terlebih dahulu yang harus dipenuhi oleh pihak kontraktor penyewa lahan. Sebelum sosialisasi dan memberikan informasi keterbukaan hasil sewa kepada warga apabila berdiri diatas lahan Aset Desa/TKD. Pihak Pemdes/Kelurahan hingga ketingkat camat dan OPD perizinan terkait diharapkan jangan mendirikan terlebih dulu.

“Karena semua sudah diatur dalam peraturan dan perizinan yang berlaku saat ini,” pinta Abah Deny yang juga Ketua DPD PKS Sidoarjo ini.

Abah Deny berharap, polemik pendirian tower BTS berdiri diatas lahan TKD baik di Desa Simpang Kecamatan Prambon dan di Desa Kalisampurno, Kecamatan Tanggulangin jangan sampai terulang Kembali. Pihak-pihak OPD terkait harus tegak menerapkan aturan yang berlaku.

Lebih lanjut, Abah Deny menuturkan, merujuk peraturan Perkominfo No. 02/2008 tower BTS atau menara telekomunikasi adalah bangunan-bangunan untuk kepentingan umum yang didirikan di atas tanah atau bangunan yang merupakan satu kesatuan konstruksi.

Gedung yang dipergunakan untuk kepentingan umum yang struktur fisiknya dapat berupa rangka baja yang diikat oleh berbagai simpul atau berupa bentuk tunggal tanpa simpul, di mana fungsi desain dan konstruksinya disesuaikan sebagai sarana penunjang perangkat telekomunikasi.

Dengan merujuk aturan tersebut, Abah Deny berharap jarak aman tower seluler dengan area permukiman warga adalah, berdasarkan aturan jarak aman menara untuk ketinggian menara maksimum 45 meter, maka jarak dari pemukiman publik adalah 20 sampai 30 meter.

“Sementara itu jika peletakan dan pembangunan menara BTS di tempat komersial maka jarak amannya adalah 10 meter, dan 15 meter bila di daerah industry,” jelas Abah Deny membeberkan aturan pendirian tower BTS.

Abah Deny juga mengungkapkan bahwa betapa bahayanya menara Tower Seluler dekat Rumah. Menara tower BTS akan Berpotensi Roboh. Meskipun konstruksi bangunan tower sudah dibangun sesuai standar, namun tak jarang terjadi kasus menara BTS roboh dan menimpa bangunan di sekitarnya.

Abah Deny memberikan contoh, BTS roboh menimpa mobil dan rumah di Desa Kalisampurno, Tanggulangin, Sidoarjo pada Kamis (12/01/2023) dua tahun lalu kejadiannya. BTS tersebut roboh saat hujan deras disertai angin kencang menerjang Sidoarjo.

Posisi BTS berada di depan rumah warga dengan jarak sekitar satu meter. tower BTS tersebut roboh ke samping kiri menimpa bagian depan rumah warga. Rumah yang tertimpa berjarak 5 meter dari posisi tower BTS. Diperkirakan ketinggian BTS sekitar 35 meter. Kejadianya tersebut sekitar pukul 15 30 WIB di saat hujan deras disertai angin kencang. Tiba-tiba tower BTS itu roboh menimpa rumah Kasmun dan sebuah mobil.

“Meski pun kontruksi tower diperkirakan kuat, namun jika berdiri diareal permukiman sangat berbahaya jika ada angin kencang,” urai Abah Deny.

Bahaya lain menurut Perkominfo, Abah Deny menuturkan, yang bisa ditimbulkan adalah tersengat listrik. Hal ini bisa menimpa siapa saja, tak terkecuali warga di sekitar permukiman yang muda tersengat aliran listrik. Karena tower BTS menggunakan aliran Listrik tegangan tinggi.

Bahaya tower seluler dekat rumah adalah terjadi kebakaran. “Tak jarang kita mendengar adanya kebakaran yang menimpa menara BTS yang disebabkan korsleting pada sirkuit di dalam shelter. Jika tidak diantisipasi, kebakaran yang terjadi berpotensi menjalar ke daerah sekitarnya dan rawan menimbulkan ledakan,” ujarnya.

Bahaya lain pendirian tower juga dari bahaya petir. Sebetulnya menara BTS sudah dilengkapi dengan sarana penangkal petir, hanya saja hal tersebut tak menjamin bahwa warga merasa aman dan nyaman. Apa lagi menara seluler kerap dianggap sebagai pemicu terjadinya sambaran petir saat turun hujan. (adv/dar/nata/red)