Hukum

KPK tetapkan tersangka Gubernur Riau dan Dua Pejabat Lain, Ungkap Skema Pemerasan “Jatah Preman” dalam Pengelolaan Anggaran

Jakarta, Wartanusa.net — Komisi Pemberantasan Korupsi tetapkan tersangka Gubernur Riau periode 2025–2030 berinisial AW setelah operasi tangkap tangan yang berlangsung pada awal November 2025. Dua orang lain ikut ditetapkan sebagai tersangka, yaitu MAS, Kepala Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau, dan DAN yang merupakan tenaga ahli gubernur. Informasi tersebut disampaikan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 5 November 2025.

Kronologi dugaan pemerasan ini bermula pada Mei 2025 ketika FRY, Sekretaris Dinas PUPR PKPP, mengumpulkan enam Kepala UPT Wilayah I sampai VI. Pertemuan itu membahas permintaan fee sebesar 2,5 persen untuk AW terkait tambahan anggaran pada unit jalan dan jembatan yang naik dari Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar.

FRY kemudian melaporkan hasil pertemuan kepada MAS. Namun MAS disebut meminta kenaikan fee menjadi lima persen, disertai ancaman mutasi bagi kepala UPT yang menolak. Para kepala UPT kembali menggelar pertemuan dan akhirnya sepakat menyerahkan fee lima persen—sekitar Rp7 miliar—yang disebut dengan kode “7 batang”.

Setelah itu, terjadi tiga tahap pemberian uang yang oleh para pihak disebut sebagai “Jatah Preman”, dengan total sekitar Rp4,05 miliar. Pada Juni 2025, FRY mengumpulkan Rp1,6 miliar. Uang itu kemudian mengalir kepada AW melalui DAN sebesar Rp1 miliar, sementara Rp600 juta diberikan kepada kerabat MAS.

Pada Agustus, FRY kembali mengumpulkan Rp1,2 miliar. Atas instruksi MAS, dana itu dibagikan kepada sopir MAS sebesar Rp300 juta, proposal kegiatan perangkat daerah Rp375 juta, dan Rp300 juta disimpan oleh FRY.

Tahap ketiga terjadi pada November 2025 dengan nilai Rp1,2 miliar. Dana itu diserahkan kepada AW melalui MAS sebesar Rp450 juta, kemudian Rp800 juta diberikan langsung kepada AW.

Dalam operasi tangkap tangan, KPK mengamankan barang bukti berupa uang tunai dalam pecahan rupiah dan mata uang asing senilai sekitar Rp1,6 miliar. Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menjelaskan, “Rinciannya, sejumlah Rp800 juta diamankan di Riau, kemudian dalam bentuk pecahan mata uang asing sekitar 9.000 pound sterling dan 3.000 USD atau setara dengan nilai sekitar Rp800 juta diamankan di rumah milik AW di Jakarta.”

KPK menahan ketiga tersangka untuk 20 hari pertama guna kepentingan penyidikan lebih lanjut.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan pasal 12e, 12f, dan 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

KPK menilai kasus ini menjadi peringatan serius karena Riau kembali berhadapan dengan perkara korupsi di tingkat pemerintah provinsi—yang disebut sebagai kejadian keempat. Lembaga tersebut menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan dan tata kelola pemerintahan daerah.

KPK berharap penindakan ini bisa menjadi pengingat bagi para penyelenggara negara untuk menjaga integritas, menjauh dari praktik korupsi, dan menempatkan kepentingan masyarakat sebagai prioritas.