Koh Dondy Bongkar Materi Islamologi di STT Nias, Sebut Pengajaran Terkait Islamologi Mengandung Penistaan
Wartanusa.net – Dondy Tan, atau lebih dikenal dengan nama Koh Dondy, seorang YouTuber dan pendakwah mualaf, kembali menjadi sorotan publik. Ia terkenal karena sering membahas kristologi dan mengungkap ajaran-ajaran yang dianggapnya berpotensi membingungkan atau menyesatkan. Kali ini, ia membeberkan materi yang ditemukan di Sekolah Tinggi Teologi (STT) Nias, yang diduga mengandung penistaan terhadap agama Islam.
Dilansir dalam sebuah unggahan di kanal YouTube resminya, Koh Dondy mengungkapkan bahwa ia dan timnya berhasil mengakses materi kuliah islamologi yang diajarkan di STT Nias. Pada 12 November 2024, Koh Dondy dalam youtubenya mengatakan bahwa mereka merekam materi tersebut dari situs web resmi STT Nias, termasuk file PowerPoint (PPT) yang membahas perbandingan antara agama Kristen dan Islam. Namun, setelah materi tersebut menjadi viral pada 13 November 2024, pihak STT Nias menghapus konten tersebut dari situs web mereka. Meski demikian, tim Koh Dondy telah berhasil mendownload seluruh materi tersebut sebelum dihapus.
Kemudian, saat salah satu PowerPoint dengan judul file “Tuhan Kristen dan Islam Berbeda” dibuka, Koh Dondy langsung membedah setiap poin yang ada di dalamnya. Ia mengkritisi dan membantah semua pernyataan yang tertulis dalam materi tersebut.
Pada akhir slide PowerPoint, terdapat kesimpulan yang membandingkan agama Islam dan agama Kristen. Dalam kesimpulan tersebut, dinyatakan bahwa “tidak ada kesamaan!” antara keduanya.
Koh Dondy Tan juga mengatakan, “Lalu, kesimpulannya ini, ‘Apakah Tuhan orang Kristen dan Tuhan orang Islam itu sama?’ Saya bedah, ‘Apakah Allah dalam Alkitab dan Allah dalam Al-Quran itu sama?’ Alkitab yang mana dulu? Kalau yang dimaksud adalah Perjanjian Lama milik orang Yahudi, kata YHWH dalam bahasa Ibrani diterjemahkan ke dalam bahasa Arab menjadi ‘Allah’. Buktinya ada. Lalu, ‘Apakah Isa Al-Masih (Yesus) dan Muhammad itu sama?’ Maksudnya bagaimana? Kenapa harus membandingkan kisah Isa Al-Masih atau Yesus dengan Nabi Muhammad? Tentu saja itu tidak nyambung. ‘Apakah sama Surga di Alkitab dan di Alqur’an?’ Di Al-Quran tidak ada cerita tentang perang naga, kan? 72 bidadari juga hanya untuk orang-orang yang mati syahid. Sementara itu, di Alkitab ada cerita tentang perang naga dan 100 istri…,” ujarnya mengomentari kesimpulan dalam PowerPoint tersebut.
Ia juga menambahkan, “Jika ada yang mengatakan bahwa Isa Al-Masih (Yesus) dan Nabi Muhammad adalah tokoh yang setara, itu jelas tidak masuk akal. Kisah Yesus tidak bisa disamakan dengan Nabi Muhammad karena keduanya memiliki latar belakang dan konteks yang sangat berbeda.”
“Jadi, isi Alkitab dan Al-Quran memang ada yang sama, tetapi jauh lebih banyak perbedaannya. Kalau ada yang bilang tidak ada kesamaan sama sekali, itu berarti mereka kurang belajar, tidak belajar, atau mungkin belum belajar sama sekali,” tambahnya.
“Ini satu PowerPoint saja sudah berapa jam? Hah? Satu setengah jam? Gimana kalau masih ada 12 PowerPoint lagi?” ujarnya.
Kemudian, ia mengungkapkan bahwa ia akan menunjukkan satu PowerPoint lagi yang belakangan ini ramai diperbincangkan, atau video yang diduga sebagai penistaan agama, di mana Allah Swt. disamakan dengan ular tua. “Kita tidak akan membahas semuanya, tapi kita akan tunjukkan saja,” katanya.
Materi-materi dalam PowerPoint tersebut banyak yang melenceng jauh dan mengandung kebohongan. Seakan-akan, materi tersebut dibuat tanpa terlebih dahulu membaca, menganalisis, atau mempelajari lebih dalam tentang agama Islam. Dalam materi tersebut, banyak sekali fitnah yang diarahkan kepada agama Islam.
Selanjutnya, Koh Dondy Tan kembali menanggapi satu PowerPoint lain yang isinya dianggap sebagai penistaan, yaitu yang menyamakan atau mencocokkan Asma Allah Swt dengan ular tua. Hal ini memicu kemarahan Koh Dondy dan timnya, dan ia menyatakan bahwa ini merupakan penghinaan yang sangat jauh melampaui batas.
“Ini memang keterlaluan, sudah melampaui batas, sudah seperti lempar pager. Kalau mereka tahu bahwa nama Allah adalah Tuhan dalam Islam, lalu disamakan dengan ular naga, ya mereka tinggal menunggu konsekuensinya. Niat mereka sudah jelas, dan para penonton juga pasti sudah jelas, kan, apa yang kami tunjukkan di sini? Ini adalah materi Islamologi yang ada di dalam Sekolah Tinggi Teologi Kristen,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, moderator yang mendampingi Koh Dondy menegaskan bahwa materi yang diajarkan di STT Nias berpotensi menyebarkan fitnah terhadap umat Islam. “Sekolah Tinggi Teologi Kristen adalah lembaga yang mendidik calon-calon pendeta dan misionaris, dan materi-materi seperti ini akan diteruskan kepada jemaat mereka. Bayangkan kalau ajaran-ajaran ini disebarkan lebih luas,” kata moderator tersebut.
Koh Dondy juga menambahkan, “Ketika materi ini bocor dan langsung viral, pihak STT Nias menghapusnya, artinya mereka tahu ini berbahaya. Kami akan menunggu laporan dari umat Islam terkait hal ini, dan pihak STT Nias harus bertanggung jawab atas apa yang telah diajarkan di sana.”
Mengutip pengalaman pribadinya sebagai pendakwah, Koh Dondy menjelaskan bahwa ajaran yang disampaikannya di Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) sangat berbeda dengan apa yang ditemukan di STT Nias. Di STID, ia mengajarkan perbandingan antara tiga agama besar: Yahudi, Kristen, dan Islam, dengan pendekatan yang lebih terbuka dan berbasis pada kajian mendalam terhadap Sejarah dan kitab-kitab masing-masing agama.
“Di STID, saya mengajarkan sejarah kitab-kitab agama Yahudi, Kristen, dan Islam, serta konsep ketuhanan, keselamatan, dan mesias dalam ketiga agama tersebut. Kita tidak mengajarkan untuk menghina atau menjelek-jelekkan agama lain, melainkan untuk memahami perbedaan dan membentengi akidah kita sebagai umat Islam,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa meskipun ada banyak perbedaan antara Al-Quran dan Alkitab, itu bukan alasan untuk merendahkan keyakinan orang lain. “Kita tidak mengajarkan kristologi untuk menjelek-jelekkan agama Kristen, melainkan untuk memperkuat pemahaman kita tentang agama Islam dan mengenali ajaran-ajaran yang bisa mempengaruhi akidah kita,” kata Koh Dondy.
“Memang, kita sebagai umat Islam menolak konsep ketuhanan dalam agama Kristen, namun konsep ketuhanan dalam Islam dan Yahudi sebenarnya sejalan. Perbedaannya hanya terletak pada masalah kenabian, dan itu adalah urusan mereka. Kami tidak pernah memaksa orang Yahudi atau Kristen untuk masuk Islam, dan kami tidak pernah melakukan ‘Islamisasi’ dengan cara mengetuk pintu rumah orang yang sudah beragama. Itulah yang saya ajarkan dalam Kristologi di STID,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan, “Saya juga mengajarkan bahwa dalam kitab-kitab mereka, baik yang digunakan oleh Yahudi maupun Kristen, banyak terdapat kontradiksi, bahkan saya menulis buku tentang hal itu.”
“Kemudian, saya juga menjelaskan bahwa dalam kitab Yahudi dan Kristen, banyak ayat-ayat yang tidak otentik. Terutama yang ada dalam Perjanjian Baru, karena mereka mengalami evolusi dalam hal aqidah. Jadi, jika kita belajar Kristologi di kalangan Islam, tujuan kita adalah untuk memahami bagaimana aqidah mereka, bagaimana kitab mereka, agar kita bisa membentengi aqidah kita. Ini bukan berarti kita belajar untuk menjelek-jelekkan agama lain atau menghina Tuhan agama lain, seperti menganggap Tuhan mereka adalah ular. Saya hanya memberikan edukasi kepada teman-teman di STID dan masyarakat Muslim tentang adanya ajaran yang memang bertujuan untuk mengajak orang-orang Islam masuk ke agama mereka. Itulah mengapa kita perlu belajar Kristologi. Inilah perbedaan antara apa yang saya ajarkan dengan apa yang mereka ajarkan dalam Islamologi,” paparnya.
Sekarang, lanjutnya, “Para pemirsa bisa melihat sendiri, materi Islamologi di STT Nias isinya penuh dengan penghinaan terhadap sesembahan umat Islam, menganggap Allah sebagai ular tua. Di sini, ular tua tersebut dikonotasikan sebagai iblis yang menggoda Adam dan Hawa,” ucapnya sambil menunjukkan kata-kata dan gambar yang ada dalam PowerPoint.
“Kalau saya pinjam kata-kata Rocky Gerung, ini ‘dungu’, karena mereka menulis sesuatu tanpa mempelajarinya terlebih dahulu,” tambahnya.
Ia juga menegaskan di akhir podcast, “Nantinya, akan ada sesi kedua untuk membahas lebih lanjut tentang masalah ini.” (nata/dar/red)