Review dan Belajar Hukum Dari Film Series : Reacher 2022
SIDOARJO – Film Series Reacher merupakan film yang bergenre drama, laga dan kriminal dari Amerika. Film ini di angkat dari sebuah novel yang ditulis oleh Lee Child. Reacher mulai tayang pada 4 Februari 2022 lalu, di Amazon Prime. Dilansir dari imdb.com film ini berhasil mendapatkan rating sebesar 8,4/10.
Film ini dirasa telah berhasil memenangkan perhatian para penggemar tokoh utama “Jack Reacher” melalui casting Alan Ritchson. Diceritakan, Reacher ialah seorang pensiunan tentara. Dulu, dia pernah menjadi pemimpin unit investigasi khusus polisi militer. Saat itu, ia datang ke kota kecil bernama Kota Margrave, Georgia untuk menikmati masa pensiunannya dengan berkelana sesuka hatinya dan mencari musisi blues favoritnya “Blind Blake” yang meninggal di kota tersebut.
Alih-alih menikmati tunjangan pensiunan milter untuk bertahan hidup, ia dituduh melakukan kriminal. Saat Reacher pertama datang di kota itu, ia sedang makan di sebuah cafe, tiba-tiba langsung di seret oleh aparat kepolisian setempat atas dugaan pembunuhan.
Kedatangan Reacher memang bertepatan dengan aksi pembunuhan yang ada di bawah Fly Over perbatasan gerbang Kota Margrave. Namun, karena Reacher salah satu orang asing yang datang ke kota tersebut, akhirnya ia pun di tuduh dalam aksi pembunuhan itu.
Setelah melalui penyelidikan oleh pihak kepolisian dan sempat di kurung dalam lapas. Akhirnya, ia dibebaskan karena pihak kepolisian tidak dapat menemukan bukti-bukti yang kuat atas dugaan kasus pembunuhan tersebut. Tapi, setelah proses pembebasan Reacher, terjadi peristiwa pembunuhan lagi yang merenggut nyawa seorang personil kepolisian beserta keluarganya.
Mendengar peristiwa tersebut Reacher mengikuti Kepala Detektif, Oscar Finlay yang di perankan oleh Malcolm Goodwin untuk memeriksa tempat kejadian perkara. Tidak lama kemudian finlay hendak menemui ahli forensik karena sebelumnya ia sudah memiliki janji temu. Reacher ikut dengan Detektif Finlay.
Sesampai di laboratorium forensik. Reacher terkejut melihat korban yang dikeluarkan dari kotak jenazah adalah kakak kandungnya bernama Joe yang diperankan oleh Christopher Russell.
Singkat cerita, tokoh Joe diceritakan sebagai seorang Kepala Divisi Penyidikan Rahasia di Dinas Kerahasiaan Negara Amerika. Joe akhirnya terbunuh saat melakukan suatu misi penyelidikan kasus besar di kota Margrave.
Setelah melihat ini semua mau tak mau, Reacher mencoba untuk turut serta dalam penyelidikan kasus pembunuhan tersebut dan mencoba membongkar pelaku yang membunuh kakaknya. Penyelidikan dilakukan bersama dengan Kepala Detektif, Oscar Finlay dan seorang polisi wanita bernama Roscoe Conklin yang diperankan oleh Willa Fitzgerald. Namun, mereka malah terjebak dalam konspirasi kasus yang mereka selidiki yakni Tindak Pidana Pemalsuan Uang Dollar AS yang melibatkan beberapa pejabat-pejabat besar dan seorang konglomerat yang telah menguasai kota Margrave.
Berdasarkan pengalaman dan pengetahuan militernya, Reacher mampu memecahkan teka-teki pada kasus dengan caranya sendiri serta kemampuan maupun instingnya sebagai seorang mantan militer. Ia juga mampu menganalisis petunjuk-petunjuk kasus dengan teori yang cemerlang.
Dari kasus yang ada pada film series Reacher 2022 diatas, apabila kasus tindak pidana pemalsuan uang tersebut terjadi di Indonesia, dengan memalsukan uang rupiah. Kemudian, bagaimana dengan pengaturan hukumnya di Indonesia ?
Pengaturan Hukum Tindak Pidana Pemalsuan Uang di Indonesia
Hal seperti ini, bisa saja terjadi, bukan ? Bahkan, memang sudah ada beberapa kasus yang telah terjadi di Negara Indonesia. Seperti yang di kutip dari Kompas.com . Pada tahun 2020 Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Badan Reserse Kriminsal (Bareskrim) Polri, berhasil meringkus 8 tersangka dari 5 sindikat atas pemalsuan uang rupiah dan dolar total nilai Rp. 2,1 Miliar dan 100.000 USD.
Sementara, di tahun 2021 dilansir dari beritasatu.com. Bareskrim Polri juga berhasil menangkap 20 orang tersangka terkait kasus pembuatan dan peredaran uang palsu di Jakarta, Tangerang, Bogor, Sukoharjo, dan Demak.
Tak hanya itu, di Tahun 2022 dikabarkan oleh Kompas.com, Empat orang warga NTT di bekuk kepolisian karena ulahnya yang memalsukan uang rupiah dengan memfotocopy uang asli pecahan Rp. 100.000,- miliknya untuk di jajankan.
Fenomena ini menjadi sangat meresahkan masyarakat Indonesia, karena pasti jika seseorang yang menerima uang palsu tersebut akan merasa dirugikan dan hal ini membuat rasa kepercayaan masyarakat terhadap mata uang Indonesia yakni Rupiah menjadi hilang. Dan hal ini juga menjadi kejahatan yang serius dimana dapat merugikan kepentingan negara.
Namun, perlu untuk kita soroti bersama, rata-rata dari hasil penyidikan atas pengakuan para tersangka motif daripada tindak pidana ini karena masalah perekonomian. Terkadang mereka yang berbisnis membuat atau mengedarkan uang palsu juga karena tergiur akan keuntungan yang di dapat atas bisnis tersebut.
Berdasarkan kasus-kasus di atas, Indonesia telah memiliki aturan tersendiri untuk mencegah dan memberantas para pelaku pembuat dan pengedar uang palsu rupiah maupun asing.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) telah di atur Ketentuan hukum pidana terhadap tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas yakni pada Bab X Buku II KUHP, Pasal 244, Pasal 245, Pasal 246, Pasal 247, Pasal 249, Pasal 250, dan Pasal 251.
Selain itu juga, terdapat ketentuan hukum pidana terhadap tindak pidana pemalsuan uang yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (UU No. 7 Tahun 2011) yakni Bab VII mengenai larangan dari Pasal 23 — Pasal 27 dan Bab X tentang ketentuan pidananya yaitu Pasal 33 ayat (2) dan Pasal 34-Pasal 37.
Tahun 2012, Presiden mengeluarkan Perpres No 123/2012 tentang Botasupal. Peraturan ini tindak lanjut dari pada UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang di atas, bahwa wujud keseriusan Pemerintah dalam Pemberantasan Rupiah Palsu. Oleh sebab itu, Pemerintah membentuk badan yang mengoordinasikan pemberantasan Rupiah Palsu yaitu Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (Botasupal).
Unsur Botasupal terdiri dari Badan Intelijen Negara, Kepolisian Negara RI, Kejaksaan Agung, Kementerian Keuangan, dan Bank Indonesia. Sehingga, Bank Indonesia pun berperan aktif dalam upaya penanggulangan uang palsu dengan berpedoman pada strategy map pencegahan & pemberantasan uang rupiah palsu.
Sehingga, jika pemalsuan uang rupiah terjadi di Indonesia, maka yang dapat dikenakan sekarang adalah ketentuan pada UU No. 7 Tahun 2011. Namun, bagaimana jika pemalsuan uang asing (baik uang logam maupun uang kertas) terjadi di Indonesia maka yang akan diterapkan adalah ketentuan dalam Buku II Bab X KUHPidana.
Kemudian bagaimana jika terjadi pemalsuan uang rupiah yang di ekspor keluar Indonesia seperti berkenaan dengan Pasal 36 dan Pasal 37 UU No. 7 Tahun 2011 dan bagaimana jika terjadi pemalsuan uang asing yang dilakukan oleh warga negara asing masuk ke Indonesia maupun warga negara Indonesia memalsukan uang asing di Indonesia. Maka dalam Buku II Bab X KUHPidana dan Pasal 36 dan Pasal 37 UU No 7 Tahun 2011 telah berlaku Asas Universaliteit (Asas persamaan).
Asas persamaan bertumpu pada kepentingan hukum yang lebih luas yaitu kepentingan hukum penduduk dunia atau bangsa-bangas dunia. Berdasarkan kepentingan hukum yang lebih luas ini, maka menurut asas ini, berlakunya hukum pidana tidak dibatasi oleh tempat atau wilayah tertentu dan bagi orang-orang tertentu, melainkan berlaku dimana pun dan terhadap siapa pun. Sehinga, negara manapun diberi hak dan wewenang mengikat dan membatasi tingkah laku setiap orang dimana pun keberadaannya sepanjang perlu untuk menjaga ketertiban dan keamanan serta kenyamanan warga negara di negara-negara dunia tersebut.
Mengapa asas tersebut berlaku karena, pada masa Indonesia di jajah Belanda berkenaan dengan kejahatan terhadap uang. Belanda menjadi anggota Traktat (Conventie) Geneva tertanggal 20 April 1929 yang dibuat supaya dapat memberantas secara internasional pemalsuan uang atau membuat uang palsu. Maka seharusnya Indonesia tetap terikat dengan Konvensi Jenewa tertanggal 20 April 1929, sekalipun sekarang Indonesia tidak lagi berada di bawah penjajahan Belanda.
Diterangkan Eddy Hiariej dalam buku Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, arti penting dari asas tersebut adalah jangan sampai ada pelaku kejahatan internasional yang lolos dari hukuman. Agar tidak ada pelaku yang lolos, setiap negara berhak untuk menangkap, mengadili dan menghukum pelaku kejahatan internasional.
Kemudian, jika pelaku kejahatan internasional telah diadili dan dihukum oleh suatu negara, negara lain tidak boleh mengadili dan menghukum pelaku kejahatan internasional atas kasus yang sama. Asas universal ini berlaku bagi tindak pidana yang dinilai sebagai kejahatan internasional, bukan kejahatan transnasional. (nata/red)