Mahkamah Agung Kabulkan Gugatan Partai Garuda kepada KPU RI Soal Syarat Usia Kepala Daerah, Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Unesa : Secara Akademik Keliru
Surabaya, Wartanusa.net – Mahkamah Agung (MA) telah mengabulkan gugatan perkara uji materiil yang dilayangkan oleh Ketum Partai Garuda terhadap KPU RI soal syarat usia calon kepala daerah dalam PKPU No.9 Tahun 2020, pada Rabu (29/5/2024). Putusan MA ini akhirnya menjadi problematika bahkan pengubahan frasanya yang menimbulkan tafsir sesat dan secara akademik dinilai keliru.
Perkara diatas teregistrasi dengan No. 23 P/HUM/2024 tanggal masuk 23 April 2024 dan didistriusikan tanggal 27 Mei 2024, serta mempermasalahkan terkait Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU No. 9 Tahun 2020 yang dinilai bertentangan dengan Pasal 7 ayat (2) huruf e UU No. 10 Tahun 2016.
Kemudian, saat dilihat tim wartanusa.net pada situs Kepaniteraan MA pada tanggal 29 Mei 2024 perkara sudah di putus oleh ketua majelis Prof. Dr. H. Yulius, S.H., M.H, yang tercatat pada amar putusan “Kabul Permohonan Hum (Hak Uji Materiil).”
Adapun Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU Nomor 9 Tahun 2020 yang digugat oleh Partai Garuda berbunyi, “… berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota terhitung sejak penetapan pasangan calon.”
Dilansir dari narasinewsroom, dalam hal dikabulkannya, MA akhirnya mengubah pasal tersebut menjadi “… berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih.”
Hananto Widodo, Dosen Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Unesa mengatakan bahwa frasa “terhitung sejak penetapan pasangan calon” dengan “terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih” merupakan kalimat yang berbeda, hal ini menjadi tafsir yang sesat.
“Kalau menjadi ‘terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih’ – kalau sejak dilantik itu namanya bukan pasangan calon lagi, maksudnya akan menjadi dilantik sebagai pasangan yang terpilih,” ucapnya saat di wawancarai oleh tim wartanusa.net, pada Kamis (30/05/2024).
Ia juga menambahkan, karena bagaimanapun yang namanya calon itu ketika dia mendaftar dan di tetapkan sebagai pasangan calon. Bukan ketika dilantik sebagai calon pasangan terpilih.
“Karena ketika dilantik berarti kan kontestasi sudah selesai,” imbuhnya.
Dalam hal akademik, hal ini juga dinilai keliru, Namun karena telah menjadi putusan maka akan mengikat dan final.
“Kalau di uji ulang bisa saja tetapi sulit. Karena kalau dikabulkan maka Mahkamah Agung berarti tidak konsiten,” pungkasnya. (nata/dar/red)