Komisi A DPRD Kabupaten Sidoarjo Dukung Pemkab Jelang Pemilu 2024 Gencar Catat Akta Kematian Melalui Jebete Sayang
Sidoarjo – Komisi A DPRD Kabaputen Sidoarjo menyatakan memberi dukungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo dalam mencatat Akta Kematian melalui program Jebete Sayang. Pasalnya, menjelang Pemilu Legislatif (Pileg) 2024, pencatatan akta kematian sangat penting supaya tidak terjadi pemilih fiktif. Ada datanya, tapi orangnya meninggal.
Wakil Ketua Komisi A DPRD Sidoarjo, H. Haris mengatakan bahwa ia sangat setuju adanya Pemkab melalui Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) mempunyai program Jebete Sayang mencatat akta kematian jelang Pemilu 2024. Politisi dari Fraksi PAN (Partai Amanat Nasional) itu menanggapi dengan mudah untuk mencatat akta kematin.
Ia lebih mengenal aplikasi Plafon. H. Haris meminta kepada seluruh desa/kelurahan untuk memanfaatkan aplikasi Plafon. Aplikasi Plafon itu untuk mencatat akta kematian sehingga tidak akan terjadi data fiktif. Ada data, tapi orangnya sudah gak ada alias meninggal.
“Aplikasi Plafon ini seharusnya dimanfaatkan betul oleh Desa/Kelurahan. Di awali dari Desa/Kelurahan untuk melaporkan warganya yang meninggal untuk diteruskan dan dilaporkan ke Dispendukcapil,”tegas Wakil Ketua Komisi A DPRD Sidoarjo, H. Haris, S.Pi, M.Si, Jumat (20/10/2023) diruangannya.
Dengan mengawal akta kematian pemerintah daerah menurut H. Haris dari harus diawali Aplikasi Plafon dulu. “Karena apa, Dispendukcapil tidak akan mencoret kalau tidak ada laporan dari Desa/Kelurahan,”pinta H. Haris.
Komisi A berharap, dengan adanya aplikasi Plafon itu masyarakat selalu melaporkan jika ada warganya yang meninggal dunia. Anggota dewan asal Tambak Oso Waru ini dengan tegas menyatakan bahwa data warga yang meninggal tidak akan tercantum di data Pileg jika pelaporan warga meninggal melalui aplikasi Plafon dilakukan pihak Desa/Kelurahan.
Selama 5 tahun, warga Sidoarjo bannyak yang tidak mengurus akta kematian. Warga hanya mengurus surat keterangan meninggal dunia cukup ditingkat Pemdes/Pemerintah Kelurahan. Jelang Pemilu 2024 Pemkab Sidoarjo mempunyai program Jebete Sayang untuk mencatat kematian dengan menerbitkan akta kematian supaya data tidak digunakan untuk pendataan Pileg 2024.
Program Jebete Sayang disambut baik oleh Komisi A DPRD Sidoarjo. Menurut H. Haris program manfaatnya sangat baik. Dengan program Jebete Sayang tersebut, H. Haris optimis masyarakat antusias untuk menyambut program tersebut.
“Yang terpenting adalah, Pemdes dan Pemerintahan Kelurahan untuk proaktif melaporkan warganya yang meninggal dunia ke Dispendukcapil. Melalui aplikasi Plafon itu saja dimaksimalkan,” papar H. Haris.
Sehingga warga yang meninggal keluarganya akan menerima dua surat dari Pemdes/Kelurahan dan dari Dispendukcapil berupa Akta Kematian. Dengan pelaporan kematian tersebut, secara otomatis, akan merubah data kependudukan status seperti KTP dan KK-nya.
Komisi A saat berkunjung di daerah lain untuk warga yang melaporkan kematian mendapatkan reward uang sebesar Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta. Selain mendapatkan reward, keluarga mendapatkan 3 surat yakni akta kematian, perubahan KTP dan KK.
Daerah mana Pemerintah Kab/Kota yang menerapkan aturan warga yang melaporkan kematian mendapatkan reward? H. Haris menyebut Madiun, warga disana yang melaporkan keluarganya meninggal mendapat reward uang sebesar Rp 500 ribu.
“Sehingga warga disana antusias melaporkan warga atau keluarganya pemerintahan baik pemdes/kelurahan dan Dispendukcapil,” beber H. Haris.
Ketua Komisi A, H. Dahmroni Chudlori juga mendukung program Jebete Sayang yang digagas Dispendukcapil Pemkab Sidoarjo. Jebete Sayang jelang Pemilu 2024 untuk menerbitkan akta kematian sehingga tidak terjadi penyalahgunaan data orang meninggal digunakan atau masih terdata dalam data Pemilu 2024.
Menurut anggota dewan asal Fraksi PKB itu bahwa pendataan orang meninggal tidak hanya digunakan dalam Pemilu. Yakni data orang meninggal digunakan sebagai daftar pemilih tetap. “Ini sama halnya dengan kerawanan data orang meninggal digunakan untuk menerima Bansos (Bantuan Sosial) dari pemerintah. Sperti UHC, PKH,” jelas H. Dhamroni sapaan akrabnya.
Kerap terjadi saat penerimaan Bansos, orang meninggal masih tetap mendapat bantuan dari pemerintah. “Lah itu kenapa,” tanya H. Dhamroni heran.
Faktor penyebab tersebut, kata H. Dhamroni, pemerintah salah. Dan pemerintah paling bawah juga salah. Padahal warga dan keluarga yang kesusahan keluarganya meninggal dunia melalui Ketua RT/Ketua RW sudah melaporkan ke Pemerintah Desa dan Kelurahan. Namun faktanya masih saja orang yang meninggal mendapat bantuan dari pemerintah.
Pencatatan kematian, jelang Pemilu 2024. Tambah H. Dhamroni, seharusnya Pemerintah Desa/Kelurahan cepat tanggap ketika warganya ada yang meninggal. Jujukan awal, ketika ada informasi warga meninggal, musala dan masjid mengumumkan “Innalillahi wa’innailahi roji’un”. Era digital, pengumuman informasi warga meninggal dunia ada di grup whatsapp desa/kelurahan.
“Disinilah, seharusnya Pemerintah Desa/Kelurahan sudah melakukan pencatatan tanpa dilapori langsung oleh warganya,” ungkap H. Dhamroni.
Image dari beberapa data orang meninggal tersebut kata H. Dhamroni, ketika sudah meninggal namun data masih masuk menerima bantuan. Akhirnya seperti tidak tepat sasaran. Padahal, hanya terjadi pada satu atau dua orangsaja. Dampaknya, kembali lagi pada validasi data. Menjadi hal yang krusial dan penting untuk dilakukan.
“Namun kadang-kadang validasi data pada orang miskin pada TKS itu hampir setiap setahun sekali atau setiap 3 bulan sekali baru validasi data itu harus “Fix Data”. Artinya yang mendata itu Pemerintah Kabupaten Sidoarjo. Satu data yang Fix, bisa dipakai oleh OPD lain atau semua OPD,”tegas H. Dhamroni.
Misalkan saja H. Dhamroni memberikan contoh, soal fix data. Di Disnaker (Dinas Tenaga Kerja) misalkan mempunyai program pelatihan kerja di Kecamatan A. Lulusan terbanyak di Kecamatan A itu apa. Antara lulusan pendidikan sekolah STM/SMK atau SMA.
“Kalau di Kecamatan A itu banyak lulusan pendidikan STM/SMK nya, ya jangan dikasih Spa Pijet. Lah ini kan data melenceng tidak Fix Data. Seharusnya service elektronik atau mesin. Jadi itu sesuai dengan keahliannya. Inilah salah satu pentingnya satu data se-Sidoarjo,”pinta H. Dhamroni.
H. Dhamroni sangat setuju sekali dengan program Jebete Sayang yang digencarkan Pemkab Sidoarjo melalui OPD Dispendukcapil untuk mencatat orang meninggal dunia jelang Pemilu 2024. Supaya tidak terjadi orang meninggal mempunyai hak suara dan data fiktif.
Kesuksesan program Jebete Sayang dapat terlaksana jika semua pihak turut bekerjasama. Mulai dari warga, RT/RW dan Pemerintah Desa/Kelurahan. Bila bekerjasama dengan aparatur desa/kelurahan terbatas. Sebenarnya, Pemkab bisa memanfaatkan civitas akademisi. Itu kan ada program merdeka. Setiap universitas diwajibkan mahasiswanya turun ke pemerintah desa/kelurahan. Dimanfaatkan mahasiswa ini,”harap H. Dhamroni.
Lebih lanjut H. Dhamroni yang akan maju lagi pada Pileg 2024 ini berharap kepada Pemkab Sidoarjo. Terutama Dispendukcapil dalam mensukseskan programnya Jebete Sayang untuk mendata orang meninggal dunia, lebih konsperenhenshif. Lebih dikompakkan lagi agar semua pihak turut mendukung supaya tidak ada lagi data yang ganda. Data yang dobel, ada datanya tidak ada orangnya. Sehingga Pemkab Sidoarjo hanya mempunyai satu data yang Fix untuk digunakan oleh dinas lain atau semua OPD.
“Kami sangat mendukung sekali program Jebete Sayang. Semoga setelah semua pihak dilibatkan dari bawah. Dan bisa memanfaatkan akademi mahasiswa turun ke desa semua akan terbantu dengan baik. Dan Jebete Sayang bisa turut mensukseskan Pemilu 2024. Dengan begitu, kedepan Pemkab Sidoarjo sudah Fix Data nya bisa digunakan di masa mendatang,”tuturnya. (dar/adv)