Biaya Pendidikan yang Meningkat: Bukti Pendidikan sebagai Ajang Kapitalisme
Sidoarjo, Wartanusa.net – Dalam beberapa tahun terakhir, biaya pendidikan tinggi, khususnya di universitas negeri, mengalami lonjakan yang signifikan. Hal ini memicu kekhawatiran di kalangan masyarakat, terutama orang tua yang berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anak mereka.
Kenaikan biaya ini tidak hanya mengancam aksesibilitas pendidikan, tetapi juga mencerminkan bahwa dunia pendidikan telah berubah menjadi arena bagi praktik kapitalisme. Dalam opini ini, saya akan membahas fakta-fakta terkait tingginya biaya pendidikan dan implikasinya terhadap masyarakat.
Kenaikan Biaya Pendidikan
Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI, biaya pendidikan di perguruan tinggi negeri mengalami peningkatan sekitar 150% dalam dekade terakhir. Sebagai contoh, biaya SPP di beberapa universitas negeri terkemuka kini mencapai angka yang membuat orangtua harus mengeluarkan dana lebih dari Rp 10 juta per tahun, belum termasuk biaya hidup dan pengeluaran lainnya.
Penelitian oleh Institute for Education Statistics (2022) juga menunjukkan bahwa biaya kuliah di Indonesia tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan inflasi, yang menunjukkan ketidakmampuan sistem pendidikan untuk menjaga affordability.
Teori Ekonomi dan Pendidikan
Teori “human capital” yang diperkenalkan oleh Gary Becker menekankan bahwa pendidikan adalah investasi yang berharga. Namun, jika biaya pendidikan terus meningkat, banyak calon mahasiswa yang akan berpikir dua kali untuk berinvestasi dalam pendidikan tinggi.
Data menunjukkan bahwa semakin tinggi biaya pendidikan, semakin rendah pula tingkat partisipasi masyarakat dalam mengakses pendidikan tersebut. Hal ini menciptakan lingkaran setan di mana hanya mereka yang berasal dari latar belakang ekonomi yang kuat yang dapat mengejar pendidikan tinggi.
Pendidikan sebagai Ajang Kapitalisme
Ketika pendidikan menjadi mahal, itu mengindikasikan bahwa institusi pendidikan beroperasi di bawah logika pasar, bukan sebagai lembaga yang bertujuan untuk memberikan layanan sosial. Banyak universitas negeri kini lebih fokus pada pencarian pendapatan melalui biaya kuliah dan program-program berbayar, yang mengarah pada penekanan pada laba ketimbang misi sosial pendidikan.
Berdasarkan laporan dari Transparency International (2021), ada indikasi bahwa banyak universitas negeri terjebak dalam praktik-praktik korupsi dan penyalahgunaan anggaran, yang semakin memperburuk situasi.
Fenomena ini terlihat jelas dalam promosi program-program pendidikan yang mahal, seperti program studi yang hanya dapat diakses oleh segelintir mahasiswa berkemampuan finansial. Pendidikan tinggi seharusnya menciptakan peluang, tetapi kenyataannya malah menciptakan kesenjangan yang semakin dalam antara yang kaya dan yang miskin.
Dampak pada Masyarakat
Dampak dari kenaikan biaya pendidikan ini sangat luas. Mahasiswa dari latar belakang ekonomi lemah sering kali terpaksa memilih pendidikan yang lebih murah, yang mungkin tidak sebanding dengan kualitas pendidikan di universitas negeri. Ini berpotensi menghasilkan generasi yang kurang terdidik dan kurang siap menghadapi tantangan di dunia kerja.
Sebuah studi oleh World Economic Forum (2022) mencatat bahwa negara dengan tingkat pendidikan rendah cenderung memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat, yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Selain itu, mahasiswa yang terpaksa mengambil utang untuk membiayai pendidikan mereka menghadapi tekanan finansial yang besar. Menurut survei yang dilakukan oleh American Association of University Professors (2021), lebih dari 50% mahasiswa mengaku merasa cemas tentang utang pendidikan yang mereka miliki. Situasi ini dapat mengganggu fokus akademik dan kesehatan mental mahasiswa.
Solusi dan Rekomendasi
Menghadapi kenyataan ini, penting bagi pemerintah untuk melakukan reformasi dalam sistem pendidikan. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah meningkatkan subsidi untuk universitas negeri, sehingga biaya pendidikan dapat ditekan. Selain itu, kebijakan beasiswa dan pinjaman lunak bagi orangtua maupun mahasiswa yang lebih fleksibel juga perlu diperkuat untuk memastikan akses pendidikan yang lebih merata.
Pendidikan tidak seharusnya menjadi barang mewah. Semua individu, terlepas dari latar belakang ekonomi mereka, berhak mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Jika kita tidak melakukan tindakan yang tepat, kita akan terus melihat pendidikan sebagai arena kapitalisme, di mana hanya segelintir orang yang dapat menikmati manfaatnya.
Kesimpulan
Tingginya biaya pendidikan tinggi, terutama di universitas negeri, menjadi tanda bahwa sistem pendidikan kita telah beralih ke logika kapitalisme. Ini mengancam aksesibilitas dan kualitas pendidikan bagi masyarakat luas. Untuk menciptakan masa depan yang lebih adil dan inklusif, kita harus mengambil langkah-langkah untuk mereformasi sistem pendidikan, agar pendidikan tidak hanya menjadi hak istimewa bagi yang mampu, tetapi hak bagi semua.
Opini oleh : Ariyanti Lady Sakinata, S.H
Foto : Foto merupakan gambar ilustrasi yang menggambarkan dunia pendidikan secara kapitalisme, yang diciptakan oleh AI